2013-04-23

Perang Kehidupan

Tiga tahun lalu, menantang mara bahaya. Bahu membahu menyusun strategi. Menyiapkan pasukan masa depan. Dengan semua amunisi dan persenjataan lengkap yang kita punya.

Dua tahun lalu, terjadi pengkhianatan besar-besaran. Sebuah pembelotan. Mencari kubu baru yang lebih menguntungkan. Dengan iming-iming keindahan. Satu minggu, rentang yang cukup untukmu menyesuaikan diri.

Terlintas dalam benak, apa yang harus kulakukan untuk melanjutkan peperangan ini apabila seorang jenderal kepercayaan meninggalkanku. Apakah aku harus mencari jenderal perang baru? Ataukah cukup aku saja yang menjalankan pasukan?

Satu minggu berselang.
Dua minnggu berselang.
Satu bulan terlewati.
Pasukan terbengkalai.
Peperangan terhenti.
Aku menyendiri.

Tetiba datang seorang jenderal dari negeri seberang menawarkan diri. 'Wahai penguasa, aku datang untuk menawarkan diriku untuk bergabung dan mengarungi mara bahaya ini bersamamu'. Dengan perawakan khas yang mumpuni dan persenjataan lengkap serta pengetahuan peperangan yang dahsyat, kuambil ia. Kujadikan ia jenderal perang baruku. Tapi, hatinya tak cukup kuat.

Waktu berlalu, semakin banyak jenderal baru yang menawarkan diri. Kujajaki satu persatu. Dan hasilnya tetap sama. Pasukan kami tewas. Persenjataan dan amunisi habis. Nyawa bergelimpangan tanpa kemenangan.

Kuputuskan untuk berhenti berperang.

Hingga suatu saat, jenderal kesayanganku datang kembali. Menyamar sebagai prajurit, berusaha memikatku dan mengembalikan gairah berperangku. Kuperhatikan dengan seksama, dan saat kusadari bahwa dia adalah jenderal perang kesayanganku, dia telah memimpin pasukan dan berhasil memenangkan satu pertempuran.

Semua pertempuran kumenangi. Semua peperangan kuhadapi dengan gagah berani. Tapi satu kenyataan pahit yang tiba-tiba muncul. Dia adalah mata-mata.

'Apakah harus kau kembali dengan cara seperti ini? Aku sudah terlanjur mempercayaimu.'
Dia terdiam.
Aku pun terdiam.


Hingga dia meninggalkanku kembali.

No comments:

Post a Comment