2013-01-03

CALISTA

Pernahkan kau bangun dipagi hari dan tiba tiba merasa sangat kesepian?

Mencoba mengingat semua kejadian tadi malam namun tetap tak menemukan alasan untuk bahagia hari ini? Atau seperti kelelahan seperti dikejar anjing gila dan ternyata kau berlari dalam mimpi? Atau sepertinya kau telah melewatkan satu hari kalender dalam hidup?

Ya seperti itulah yang selalu aku rasakan setahun terakhir ini, sejak Dreya memutuskan untuk menikah dengan Tommy, si brengsek kaya raya yang mampu membuat hati orang tua Dreya luluh. Padahal mereka tidak pernah tau apa yang diinginkan oleh puteri mereka sendiri. Aku lebih tahu, aku sudah mengenal Dreya bahkan sebelum dia menjadi embrio. Orang tua mereka yang sekarang hanya media penyampaian Dreya ke dunia zaman ini. Sesungguhnya dulu, Aku dan Dreya sudah pernah bersama. Entahlah, Dreya seperti saudara kembar beda raga satu roh. 

Tapi pada akhirnya semua harus dikalahkan oleh jadwal sialan dalam organizer telephone pintar ini. Hari ini, dimulai dengan Rapat koordinasi dan sebagainya dan sebagainya ditutup dengan acara makan malam dengan Eselon II Direktorat ini dalam rangka launching sebuah program terbaru. Baiklah sebut saja aku sebenarnya adalah pekerja Negara, tapi sebenarnya aku sendiri tidak pernah mau melibatkan diri terlalu jauh, hanya sebatas name tag dan sebuah Nomor Induk Pegawai. 

Diluar itu, aku adalah Calista. Kau tidak tahu apa itu Calista? Atau siapa Calista. 
Mari ku ceritakan pelan pelan.

Jadi, sebenarnya tidak ada yang istimewa dengan Calista. Hanya seorang perempuan dengan banyak masalah. Satu waktu aku bertanya pada Dreya, aku sudah tidak ingin hidup dengan masalah. Dreya bilang bahwa hidup itu tidak simple. Harus complicated, itulah hidup.

Dreya tidak sering mengeluh, justru aku akan selalu cengeng dihadapannya. Kami tinggal satu rumah, sebuah kontrakan berwarna hijau, sebenarnya sering ingin ku cat ulang dengan warna warni saja. Tapi rumah itu terlalu polos untuk diwarnai. Dreya membiarkan begitu saja. Tidak setiap hari kami bertegur sapa, kadang setiap kesibukan masing masing menyeret kami menjadi orang lain. Dreya sibuk dengan Klien yang meminta ini itu, sedangkan aku sibuk mengurusi semua tetek benget rapat pejabat. Mulai dari tempat rapat, makanan sampai merk tusuk gigi yang akan dipakai. 

Jangan main main karena ini semua untuk kepentingan negara, dan dibiayai oleh uang negara. Aku tak peduli kadang kadang. Entah tusuk gigi itu sudah diracuni atau air mineralnya mengandung arsenik sekalian. Sudah bosan dengan semua pembicaraan manis tanpa hasil. 

Wahai kalian kalau mengikuti rapat semacam itu, segala sesuatunya terasa optimis, maka kalian akan terheran kenapa masih ada pengemis menangis mengais. 
Ah sudahlah pekerjaan itu tidak begitu penting. 

Calista akan lebih dikenal dengan asisten pejabat penting itu yang kemana mana menenteng 2 buah telephone pintar, dan tentu saja sebuah handy talky
Calista si manis ditengah manusia kumis, atau Calista yang dikenal dengan tatapan mata kau-kira-kau-siapa dan sebuah high hells hitam berhak 15 senti yang akan membuat dia menjulang tinggi dan siap membunuh siapa saja yang menghalangi.
Diluar semua urusan seperti itu Calista sering duduk terdiam di pinggir jendela kamar, memeluk bantal kecil di  dada dan terdiam. 
Menunggu malam melahirkan pagi. 
Atau menunggu Dreya. 

Aku dan Dreya seperti saling melengkapi, singkat cerita aku bisa berkata bahwa jika ikatan hubungan antara dua anak manusia terintim adalah pernikahan, maka aku akan menikahi Dreya dalam wujud laki-laki. Sering kulontarkan padanya, betapa aku berharap dia punya saudara kembar dibelahan dunia manapun, maka aku akan mengejarnya. Dreya hanya bisa terbahak. 



-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Semua sudah disiapkan, undangan sudah disebar, tak perlu lagi kujelaskan semua detil untuk sebuah pesta penikahan kan? Malam ini adalah malam terakhir Dreya tidur bersamaku. Sebut saja malam terakhirnya sebagai seorang Dreya Widjaja, karena besok mungkin dia akan mengganti nama belakangnya menjadi nama belakang suaminya atau mungkin tidak.

“Lis, besok malam aku sudah tidur dengan Tommy”
“ya aku tahu”

“kamu sudah sendiri”
“ya aku tahu”

“jangan pernah lupa menutup pintu depan ya?”
“ya”
 

“keran air jangan dibiarkan menyala terus”
“ya , ada lagi??”

“kalau bisa berhenti merokok”
“..”

“cari pacar Lis”
“..”

“Lis…”
“ya?”

“aku pergi ya”


Tidak ada yang pernah mengusirmu dari sini Drey. Juga tidak akan ada yang melarang mu datang kembali.


-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Semuanya berjalan lancar, bulan madunya terlihat menyenangkan, bisa dinilai dari semua foto yang diunggahnya akun facebook miliknya. Dreya, sudah berubah menjadi nyonya. Sebentar lagi mungkin dia akan menyibukkan diri akan semua pengetahuan tentang kehamilan, merawat anak kecil dan berlangganan majalah “good parenting”. 

Sementara aku? Masih sibuk mencari tusuk gigi yang bisa di daur ulang atau tissue makan yang bisa di cuci saja.


Mamanya Dreya memberitahuku siang ini kalau Dreya sedang dirawat di Medistra. Jatuh dari tangga, begitu penjelasan Tante Mia. Aku segera meluncur dari kantor. Dreya yang beberapa bulan ini hanya bercerita tentang manisnya pernikahan sekarang harus ku temui dalan kondisi lebam dan luka memar dibadan. 

“mana Tommy?” pertanyaan pertamaku begitu ada disana, sebab aku melihat hanya ada Tante Mia yang menungguinya. 


“lagi tugas ke luar kota”

Seminggu kemudian Dreya datang ke rumah, tanpa pemberitahuan, tiba tiba saja aku sampai di rumah dan mencium aroma pancake dalam ruangan. Setumpuk pancake dan seteko kopi hitam, menjadi perekat kami kembali , seperti telur yang merekatkan semua bahan dalam adonan, kami kembali kalis. Dreya katanya menginap saja malam ini. Sebab suaminya belum pulang.

Pagi ini aku bangun dengan aroma pancake lagi, dengan suara keran air dinyalakan, dengan suara gesekan sapu ke lantai, dengan gordin yang terbuka lebar, dengan Dreya.
Hari ketiga Dreya di rumah, semua tidak berubah. Aku bahagia bisa kembali ke masa menyenangkan. Tapi tunggu, ini bukanlah hal yang lazim, Dreya adalah isteri Tommy, bukankah seharusnya dia menunggui suaminya, bukan malah mengeloni aku?

“Drey…, kenapa masih disini?”
“kenapa Lis? Sudah bosan aku disini?”

“oh come on Drey, like you don’t know me”
“Lis, kemarin aku dirawat bukan karena Jatuh dari tangga. Aku dipukuli Tommy. Memalukan kalau aku menceritakannya disana, dan dihadapan mama. Aku akan segera mengurus perceraian kami. Tapi sementara itu aku ingin tinggal disini saja. Menumpang makan dan tinggal disini, sampai aku bekerja kembali. Tommy ada di Jakarta sebenarnya, dan dia kami sudah tidak ada hubungan apa apa. Hanya tinggal menunggu proses legal saja”

“kapan pertama kali dia memukul Drey?”
“sejak kami masih berpacaran, tapi dia selalu minta maaf dan minta maaf, dan aku percaya. Mungkin dengan menikah semuanya akan semakin baik, kukira seperti itu. Tapi hidup itu tidak dirancang dengan sederhana”

Ingin ku peluk Dreya dan membelai kepalanya dan berkata,semua akan baik baik saja. Tapi kami bukan manusia yang romantis. Aku hanya mengangguk dan menyalakan rokok ke lima hari ini. Sejak Dreya ada di rumah aku berjanji akan merokok paling banyak 5 batang sehari. Seperti ibadah saja, sindirnya.

Apalagi yang bisa kuceritakan? Selain aku amat senang dengan Dreya ada disini. tapi sebenarnya aku marah atas keputusan memalukan itu, menikah dengan Tommy. Ingin rasanya kupatahkan leher Tommy dan menyuruhnya berlutut seribu kali dihadapan Dreya.

Sebenarnya aku sedang menceritakan diriku, Dreya, Calista.

Malam ini, kami tidur bersama lagi.



*sudah pernah saya posting akun di facebook .
dan belum sempat saya edit lagi, mungkin memang akan dibiarkan seperti ini

No comments:

Post a Comment